Perteguh Nasionalisme dengan Berkurban
Perlu kita sadari nikmat Allah yang diberikan
kepada kita sangat banyak. Agar perasaan kita makin nyaman atas nikmat itu,
kita diperintahkan untuk berbagi nikmat itu dengan
orang lain. Sebagaimana yang kita tahu bahwa yang dimaksud berkurban
ialah: menyembelih hewan ternak pada hari raya Idul Adha dan hari tasyrik,
kemudian daging itu dikonsumsi dan diberikan kepada orang lain,
terutama yang kurang beruntung dari segi harta.
Untuk meresapi makna ibadah kurban
ini dapat dipahami dalam Alquran,
terutama pada surat-surat berikut ini.
a.
Qs. Al-Kautsar (108)ayat 1-3
(1) Sungguh, Kami telah memberimu (Muhammad), nikmat yang banyak. (2) Maka
laksanakanlah salat karena Tuhanmu, dan berkurbanlah (sebagai ibadah dan
mendekatkan diri kepada Allah). (3) Sungguh, orang-orang yang membencimu dialah
yang terputus (dari rahmat Allah).
b.
Qs. As-Shoffat (37) ayat
100-109
(100) Ya Tuhanku,
anugerahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang yan saleh. (101)
Maka Kami beri kabar gembira kepadanya dengan (kelahiran) seorang anak yang
sabar (Ismail). (102) Maka ketika anak itu sampai (pada umur) sanggup berusaha
bersamanya, (Ibrahim) berkata, “Wahai anakku! Sesungguhnya aku bermimpi bahwa
aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu?” Dia (Ismail)
menjawab, “Wahai ayahku! Lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu;
insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar.” (103) Maka
ketika keduanya telah berserah diri dan dia (Ibrahim) membaringkan anaknya atas
pelipisnya, (untuk melaksanakan perintah Allah). (104) Lalu Kami panggil dia,
“Wahai Ibrahim! (105) Sungguh, engkau telah membenarkan mimpi itu.” Sungguh,
demikianlah Kami memberi balasan kepada orang yang berbuat baik. (106)
Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. (107) Dan Kami tebus anak
itu dengan seekor sembelihan yang besar. (108) Dan Kami abadikan untuk Ibrahim
(pujian) di kalangan orang-orang yang datang kemudian, (109) “Selamat sejahtera
bagi Ibrahim.”
c.
Qs. Al-Hajj (22) ayat
36
Dan unta-unta itu Kami jadikan
untukmu bagian dari syiar agama Allah, kamu banyak memperoleh kebaikan kebaikan
padanya. Maka sebutlah nama Allah (ketika kamu akan menyembelihnya) dalam
keadaan berdiri (dan kaki-kaki telah terikat). Kemudian apabila telah rebah
(mati), maka makanlah sebagiannya dan berilah makan orang yang meraa cukup
dengan apa yang ada padanya (tidak meminta-minta) dan orang yang meminta.
Demikianlah Kami tundukkan (unta-unta itu) untukmu, agar kamu bersyukur.
Dari beberapa ayat tersebut dapat kita ambil nilai yang terkandung di dalamnya antara lain ialah sebagai berikut.
1.
Perwujudan syukur perlu kita nyatakan karena pemberian Allah yang kita
terima sangat banyak.
2.
Mengembangkan energi positif (kebaikan) dalam kehidupan akan menjadikan
masa depan kita lebih optimis.
3.
Untuk meraih sesuatu yang berkualitas tinggi kita harus mengokohkan
tauhid.
4.
Komunikasi berkualitas antargenerasi sangat fundamental untuk menyuburkan ideologi.
5.
Dengan usaha optimal akan mendapatkan hasil yang berkualitas tinggi.
6.
Tanda awal kebahagiaan kita akan meningkat bila kita dapat memberikan
manfaat kepada orang lain.
Rahasia
Kebaikan yang Dicontohkan oleh
Nabi Muhammad saw
Kepemimpinan Nabi Muhammad tidak dilanjutkan oleh keturunannya sendiri, sehingga kaum kafir
dan musyrik beranggapan akan memperoleh kemenangan karena menurut mereka, ideologi yang dikembangkan
oleh kompetitornya itu akan musnah. Dengan
rasionalitas semacam itu, mereka yakin kompetitornya tidak memiliki keturunan yang dapat memegang
estafet kepemimpinan berikutnya.
Dalam hal ini Allah Swt. sedang
mengingatkan kepada manusia bahwa keberlangsungan ideologi tidak ditentukan
oleh ada-tidaknya
famili atau keturunan yang dimiliki. Keberlangsungan itu sangat ditentukan oleh kualitas
ideologi, kualitas
para pendukungnya, serta cara yang ditempuh untuk mengembangkannya. Allah juga mengingatkan kaum muslimin bahwa Islam akan berkembang karena membawa nilai yang tinggi dan pendukungnya
harus total dalam memperjuangkannya.
Bila cara berpikir dan bekerja telah seperti ini akan menjadi “virus” kebaikan sehingga nasionalisme umat Islam akan
terbentuk dengan dinamis. Sebaliknya, kaum musyrikin, walaupun didukung oleh gemerlap dunia,
beranak-pinak yang
banyak, karena
ideologi yang diperjuangkannya keropos dan kontra dengan sunatullah, selamanya tidak akan mendapatkan kenyamanan
hidup.
Nilai
Filosofis Kurban Ibrahim as dan Ismail as
Nilai filosofis yang dicontohkan oleh Nabi Ibrahim as. Dan Nabi Ismail as. yang berkaitan dengan ibadah kurban sangat tinggi yaitu tidak lepas dari
nilai ketauhidan.
Cermati dan teliti kehidupan
Pasti ditemukan nikmat Allah
Yakini kualitas masa depan
Sertai peningkatan dalam ibadah
Sesungguhnya Allah tidak butuh sesuatu
Tetapi sedang memberi harapan
Siapa saja dapat patuh dengan sungguh
Allah pasti memberi balasan
Wahai Ismail putraku
Aku sangat menyayangimu
Hal ini pasti engkau sudah tahu
Dari sejarah kelahiranmu
Sepanjang hidupku tak pernah jemu
Walau sudah pada usia renta
Pada usia 86 tahun nyata bukti itu
Kemurahan Allah Ismail lahir juga
Tetapi kita harus tahu
Engkau anugerah sangat berharga
Namun pasti
Allah harus diingat selalu
Ujian adalah sifat dunia
Perintah Allah datang kepadaku
Sungguh berat aku rasakan
Aku butuh kemantapan hatimu
Agar ujian Allah bersama kita rasakan.
Ismail berkata pada ayahnya
Wahai Ibrahim kholillullah
Jangan pernah ragu atas perintyah-Nya
Aku pun tahu betapa pemurahnya Allah
Lakukan walau berat perintah
itu
Rasa berat itu tabiat manusia
Sudah terlatih aku bersamamu
Yang berat itu awal dari bahagia
Inilah ketaatan paripurna Nabi Ibrahim dan
Ismail yang tergambar jelas dan perlu
kita hayati, pahami, dan teladani untuk
dilakukan, tidak sekadar didiskusikan. Dunia
yang kita diami ini sekarang sangat kurang realisasi karakter Ibrahim dan
Ismail. Untuk itu setelah kita sadar akan kondisi ini,
kurangi jumlah manusia yang ”banyak
ngomong tentang nasionalisme tetapi tidak membuktikan dalam
tindakan nyata”,
apa lagi yang ”tidak
melakukan juga tidak membicarakan”. Berusahalah setelah kita
ada, jumlah para nasionalis bertambah.
Berkurban adalah syiar Islam.
Muslim yang mampu, memiliki kewajiban menyembelih kurban. Perilaku ini sebagai bukti ketaatan kepada Allah Swt.
Nilai nasionalismenya ialah berbagi kepada orang yang kurang beruntung, berarti
partisipasi di dalam kebersamaan sesama warga bangsa.
Membentuk Networking dan Rasa Nasionalisme
Qoni’ adalah orang yang berkekurangan tetapi tidak mau
mengajukan permintaan agar diberi daging kurban karena dia memiliki
filsafat hidup yang sangat mulia: “rizqi yang paling mulia ialah hasil usaha
sendiri”. Selama ini usahanya sudah sungguh-sungguh,
tetapi belum cukup. Seperti
itulah qoni’. Hal
itu diyakininya karena Allah menunda kenikmatan. Kenikmatan itu akan diberikan nanti,
bukan sekarang. Optimisme inilah yang
menjadi energi positif sehingga tidak mengharapkan diberi daging kurban.
Karakter orang seperti inilah kemudian diberi predikat oleh Allah sebagai orang
yang qona’ah artinya merasa cukup atas pemberian Allah yang
selama ini dia rasakan.
Pelajaran yang sangat indah ialah bila suatu saat qoni’
ini diberi oleh sohibul kurban bagian dari daging kurban, dia merasa bahwa
sohibul kurban bertindak
sebagai utusan Allah untuk menyampaikan daging yang tidak dapat diraihnya dengan usaha yang dilakukan selama ini. Ungkapan kegembiraan
dan doa dari qoni’ ini menjadi energi positif kepada sohibul kurban sehingga Allah akan mengganti pemberiannya ini dengan kuantitas dan
kualitas yang berlipat ganda. Itulah rahasianya kenapa Allah memerintahkan
sohibul memrioritaskan qoni’
agar diberi daging kurban. Nasionalisme
yang ditumbuhkan oleh ibadah kurban ialah terbentuknya networking anggota masyarakat yang saling berkelindan. Hal ini akan mendatangkan semangat
menyukuri nikmat Allah Swt.