Introspeksi Sumpah Pemuda 2015
Baru-baru ini, saya menyaksikan sebuah Talkshow TVRI memeperingati Sumpah Pemuda. Dalam acara tersebut ada pernyataan tentang pemuda kita dari salah satu tokoh Studi Pancasila UGM Beliau menyampaikan komentar tentang Pemuda kita yang sudah tidak punya idealisme, tidak cerdas dan tidak kreatif, lebih suka tawuran dan saling bertengkar. Bangsa kita "sudah terjajah" dalam banyak aspek. Dikatakan bahwa Indonesia yang punya segalanya; sumber alam yang melimpah tapi semua kita impor, kita sudah berlaku sangat konsumtif dan sangat tidak kreratif. Dicntohkan bahwa Pemuda masa itu mempunyai idealisme yang mampu mendirikan negara dan bangsa ini, dengan taruhan yang luar biasa ... nyawa.
Saya setuju bahwa sebagian besar saudara-saudara kita memang sangat konsumtif. Banyak produk-produk kita banyak sekali impor karena kita tidak bisa buat sendiri. Ironisnya bukan hanya impor produk yang bahan mentahnya kita tidak punya, tapi bahkan kita mengimpor produk yang bahan mentahnya dari Indonesia tapi ya itu, kata Bapak Nara sumber karena kita tidak kreatif dan tidak idealis maka kita tidak bisa menjual produk jadi, kita menjual bahan mentah dengan harga sangat murah, dan kita beli lagi bahan tersebut dalam bentuk produk jadi dan harganya sudah berlipat-lipat.
Oke Bapak, sebagian lagi saya harus mengedepankan argumen yang mungkin tidak sepaham dengan Bapak. Saya tergelitik dengan komentar pemuda kita yang tidak cerdas, tidak kreatif dan tidak punya idealisme. Mari kita lihat, perbandingan yang terlalu jauh antara masa yang Bapak ceritakan dengan apa yang sedang kita hadapi saat ini. Saya melihat memang ada sebagian pemuda kita yang mlempem seperti yang disampaikan, tidak jelas, suka tawuran dsb. Tapi saya yakin hal itu terjadi juga pada pemuda pada masa yang Bapak ceritakan, saya yakin tidak semua punya idealisme sebab kalau iya, kita tidak akan terjajah begitu lama. Saya yakin juga kalau banyak pemuda saat itu juga suka tawuran (karena itu watak dasar manusia yang memang suka pertentangan). Tapi saat itu dari masa sebelum kemerdekaan hingga mempertahankannya, musuhnya sangat jelas, sehingga semangat pertentangannya terarah yaitu pada para penjajah. Orang yang harus dilawan dibenci oleh semua orang yang saat itu sama-sama merasa terkekang. Namun masa ini, musuhnya tidak jelas, sementara jumlah penduduk usia muda bertambah sangat dahsyat! Tentu ada banyak gesekan karena berbagai hal, dan mudah menyulut pertentangan.
Tentang tidak kreatif dan tidak punya idealisme? Waduh.... tolong jangan melihat secara parsial saja. Sekali lagi, jumlah penduduk kita, dan yang berusia muda sekarang jauh berlipat-lipat dibandingkan dengan masa lalu. Dari berbagai media dan fakta di lapangan ... banyak sekali lho orang di usia muda sudah sangat sukses dalam berbagai hal. Banyak sekali orang-orang usia muda kita yang berprestasi bahkan hingga level global. Mungkin karena media kita lebih suka mempublikasi hal-hal bombastis yang kurang positif (kan kita lebih seneng melihat berita yang kacau karena hal itu lebih memuaskan hati, dari pada melihat keberhasilan orang karena lebih banyak bikin iri .... he he he.. pis!). Kalau generasi sekarang lebih suka dengan branded luar, lha siapa juga yang mempromosikan? kan angkatan kita juga sebagai bagian dari teknik berusaha.
Kemudian tentang kekayaan alam kita yang tergadai.... Wah kalau ini, mestinya saya dan Bapak harus lebih introspeksi deh ... ( :) ). Bagaimana tidak? Bukankah yang membuat kebijakan, yang membuat keputusan, yang mempolitisasi kekayaan alam kita, yang ingin mendapatkan hasil dan pembayaran instan dari bahan mentah, yang tidak cukup kreatif untuk mengolah hasil bahan mentah kita menjadi produk jadi yang berdaya saing global, yang ingin segera kaya dengan mengeruk kekayaan alam yang melimpah itu dengan tidak mempertimbangkan apa yang bisa didapat oleh anak cucu kita .... siapa? kan angkatan Bapak juga, yang (mohon maaf) apakah pada saat itu semua benar-benar ikut bersimbah darah berjuang merebut dan mempertahankan kemerdekaan? Walahu a'lam. (pis!)
Kalau kita melihat sejarah tentang tentang kehebatan tokoh-tokoh kita memang ya! Kita memberikan penghormatan dan penghargaan yang setinggi-tingginya. Tapi sekarang? Jumlah media yang mengabarkan bermacam peristiwa dan hiburan, jumlah penduduk, kompetisi dan persaingan tidak sehat belum sekompleks sekarang. Ada banyak keberhasilan masa sekarang yang kurang terekspos, ada banyak kreativitas yang tidak bisa muncul karena ketatnya persaingan, dan yang lebih parah, ada banyak ide dan penemuan yang sengaja dimatikan demi keuntungan sepihak karena kuatnya persaingan dan hedonisme yang berlebihan.
Masa sekarang ini, kesulitan jauh lebih kompleks, media yang bermain dengan berbagai kepentingan sudah sering mengaburkan kita. Musuh menjadi tidak nyata, siapa kawan siapa lawan. Idealisme yang muncul sering terkubur karena ketatnya persaingan dan sulitnya mempertahankan hidup karena deraan masalah yang mengacaukan hati. Kalau kita lihat makin hari lalu lintas semakin ruwet, orang tidak suka mengantri, minta diistimewakan, selalu minta diprioritaskan, membuang sampah sembarangan, dsb ... Itu menggambarkan kompleksitas sebagai akibat banyaknya penduduk kita yang harus diurus dan diperjuangkan.
Saya menulis ini, tentu bukan semata ingin berkata bahwa masa dulu lebih mudah dan masa sekarang lebih sulit. Sama sekali tidak! Tapi marilah kita mendudukkan permasalahan pada porsi sebenarnya secara fair. Jangan hanya melihat keberhasilan dari satu sisi saja, kemudian menyalahkan generasi yang sekarang. Setiap masa tentu punya kesulitan sendiri, punya aspek khusus sendiri yang tidak akan pernah sama, jadi ukuran keberhasilan tentu jangan hanya diukur persis dengan keberhasilan masa lalu. Yang harus dibangun adalah karakter nasionalisme luhur, keteguhan hati semangat pantang menyerah, terus berpikir positif. Orang tua tentu harus memberikan teladan nyata, jangan hanya selalu menyalahkan. Bangsa kita memang harus terus belajar dari keberhasilan bangsa lain. dan .... jangan hanya berwacana! Lakukan yang harus dilakukan. Dengan memberikan teladan baik, sedikit demi sedikit tapi terus berprogres, kita akan terus maju mencapai kejayaan sebagai bangsa yang bermartabat.